Kenapa Tunjungan Kembali Hits? Jawabannya Bukan Cuma Karena Instagram

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Pendahuluan

Beberapa tahun lalu, Jalan Tunjungan hanyalah bayang-bayang dari kejayaannya di masa lampau. Meski menyimpan nilai historis tinggi, kawasan ini sempat meredup, kalah pamor oleh pusat perbelanjaan modern dan gaya hidup serba cepat yang menuntut kepraktisan. Namun, dalam lima tahun terakhir, pemandangan itu berubah drastis. Tiba-tiba Tunjungan kembali ramai—ramai pengunjung, ramai unggahan, dan ramai cerita. Banyak yang mengira semua itu karena kekuatan media sosial, terutama Instagram, yang mempercantik realita dan membuat tempat apa pun tampak menarik. Tapi sesungguhnya, kebangkitan Tunjungan adalah hasil dari kombinasi strategi yang lebih dalam.

Di balik kembalinya magnet Jalan Tunjungan, ada proses panjang dan terencana yang melibatkan kebijakan kota, kreativitas komunitas, serta keterlibatan masyarakat. Fenomena ini menjadi contoh menarik dalam kajian dinamika urban di era BANI—di mana dunia kota terasa rapuh, tidak pasti, dan kompleks. Kembalinya Tunjungan menunjukkan bahwa kota tidak harus membangun yang baru untuk menjadi relevan; cukup merawat yang lama dengan cara yang lebih segar dan penuh makna.

Bukan Sekadar Jalan Lama

Revitalisasi Tunjungan tidak hanya menata ulang trotoar atau memperindah fasad bangunan tua. Ia adalah bentuk perencanaan kota yang menggabungkan nilai sejarah dengan kebutuhan gaya hidup masa kini. Dalam teori urban regeneration, keberhasilan sebuah kota menghidupkan kembali kawasan lamanya bergantung pada kemampuan menjadikannya relevan tanpa menghilangkan identitas asli. Di Tunjungan, kita melihat bagaimana nilai historis dijaga, tapi dengan sentuhan baru—pencahayaan malam yang artistik, ruang terbuka yang ramah pejalan kaki, dan kegiatan publik yang terus dihidupkan.

Dengan mengedepankan elemen desain yang mendukung mobilitas dan interaksi sosial, kawasan ini menjadi ruang hidup yang mampu menampung berbagai aktivitas generasi muda. Bagi mereka, ini bukan hanya tempat untuk berfoto, tetapi juga tempat bertemu, berkreasi, bahkan berbisnis. Maka, Tunjungan berubah menjadi ruang kota yang adaptif—yang bisa menjawab keresahan akan rutinitas urban sekaligus menyediakan ruang eskapisme dari tekanan era yang serba cepat dan tak pasti.

Event dan Emosi Kolektif

Salah satu strategi yang membuat Tunjungan kembali dilirik adalah intensitas penyelenggaraan event. Mulai dari pertunjukan seni jalanan, pameran UMKM, festival musik, hingga parade budaya, semuanya menghadirkan dinamika ruang yang terus berubah. Event-event ini tidak hanya menambah keramaian, tapi juga membangun sense of belonging—rasa memiliki terhadap ruang kota yang selama ini mungkin terasa asing. Inilah kekuatan emotional branding dalam konteks urban: menciptakan koneksi emosional antara warga dan ruang hidup mereka.

Setiap acara di Tunjungan menjadi momentum kolektif yang mempertemukan berbagai lapisan masyarakat. Ini menciptakan social cohesion yang penting di tengah situasi BANI yang penuh ketegangan dan keterputusan. Ketika warga merasa terlibat dan dihargai, tempat itu pun menjadi bagian dari identitas mereka. Tunjungan bukan lagi sekadar objek wisata, melainkan ruang yang memberi mereka cerita.

Instagram, Tapi Juga Sesuatu yang Lebih

Memang benar, media sosial punya peran penting dalam mengangkat citra Tunjungan. Foto-foto estetik, reels yang menawan, hingga review para influencer lokal ikut membantu membangun citra baru Tunjungan sebagai tempat yang “kekinian”. Namun, jika hanya mengandalkan visual, sebuah tempat akan cepat dilupakan. Tunjungan bertahan bukan karena visualnya saja, tapi karena ia menawarkan pengalaman yang otentik. Ini sejalan dengan teori experiential marketing—di mana yang dibeli bukan produk atau tempat, tapi pengalaman yang dirasakan.

Apa yang membuat orang kembali lagi ke Tunjungan bukan sekadar demi konten, tapi karena mereka menemukan pengalaman yang bermakna. Tempat ini menjadi ruang interaksi yang kaya secara sosial, budaya, dan emosional. Bagi generasi digital yang hidup dalam tekanan mental dan rasa tidak pasti, ruang seperti ini adalah pelarian yang mereka butuhkan. Bukan dalam arti kabur dari kenyataan, tapi dalam makna kembali terhubung dengan realitas sosial yang lebih manusiawi.

SDM yang Menjaga Suasana

Tidak mungkin membicarakan keberhasilan Tunjungan tanpa menyebut manusia-manusia yang menghidupkannya. Di balik kesuksesan revitalisasi dan branding kawasan ini, ada kerja keras dari SDM lokal: petugas kebersihan yang menjaga lingkungan tetap nyaman, seniman yang rutin tampil di jalanan, komunitas budaya yang menghidupkan ruang-ruang lama, hingga pelaku UMKM yang menjaga denyut ekonomi lokal. Mereka tidak sekadar hadir, tetapi berperan aktif.

Oleh karena itu, penting bagi kota untuk terus memperkuat soft skills SDM ini—kemampuan berkomunikasi, melayani, beradaptasi dengan perubahan, serta menciptakan inovasi dalam keterbatasan. Dalam konteks ekonomi kreatif dan pariwisata urban, soft skills adalah pilar utama. Mereka memungkinkan orang untuk menciptakan pengalaman, membangun relasi, dan menciptakan kesan yang bertahan lama. Di era BANI yang penuh kejutan dan perubahan tak terduga, fleksibilitas mental dan emosional ini adalah kunci.

Penutup

Jalan Tunjungan kembali hits bukan hanya karena ia tampak cantik di layar ponsel, tapi karena ia berhasil menjadi ruang yang hidup, ramah, dan penuh makna. Ia menjadi simbol bahwa kota bisa tumbuh tanpa menghapus jejak sejarahnya, bisa modern tanpa menjadi dingin, dan bisa viral tanpa kehilangan nilai sosial. Kebangkitan Tunjungan adalah pelajaran bagi kota lain: bahwa keberhasilan sebuah ruang publik tak hanya diukur dari jumlah kunjungan, tapi dari kedalaman relasi yang tercipta di dalamnya.

Kini, tugas kita bersama adalah menjaga agar momentum ini tak sekadar jadi tren sesaat. Dibutuhkan strategi yang berkelanjutan, pelibatan komunitas, serta penguatan kapasitas manusia yang terlibat. Karena pada akhirnya, kota bukan dibentuk oleh beton dan aspal, melainkan oleh orang-orang yang hidup dan berbagi cerita di dalamnya. Dan Tunjungan, tampaknya, masih punya banyak cerita yang menunggu untuk diciptakan. Stay Relevant!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top