Konsultan dan Trainer Indonesia: Saatnya Berevolusi atau Tergerus Teknologi

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Konsultan dan Trainer Indonesia: Saatnya Berevolusi atau Tergerus Teknologi

Oleh: Bagus Suminar
Wakil Ketua ICMI Jatim, Tim Soft Skills SDMIndonesia.com

“Profesi konsultan & trainer tak akan punah, tapi harus berevolusi. AI jadi tantangan sekaligus peluang untuk bertahan.”

Menjadi konsultan dan trainer di Indonesia dulu identik dengan profesi bergengsi. Konsultan dianggap orang yang dipanggil ketika perusahaan atau lembaga butuh peta jalan, butuh bimbingan, sementara trainer dipercaya sebagai penggerak perubahan lewat kelas-kelas pelatihan dan kelas motivasi. Tapi realitas hari ini berubah cepat. Klien yang dulu rela membayar mahal kini menahan anggaran, perusahaan mencari solusi lebih murah, dan teknologi kecerdasan buatan menjelma jadi pesaing baru. Pertanyaan yang muncul cukup menohok: apakah profesi ini akan bertahan, atau hanya jadi catatan sejarah?

Untuk memahami perubahan ini, ada teori yang menarik dari David Autor tentang skill-biased technological change. Intinya, kemajuan teknologi biasanya akan menggantikan pekerjaan yang bersifat rutin dan mekanis, tetapi disisi lain, kemajuan teknologi memberi nilai lebih tinggi pada keterampilan yang sulit diautomasi: seperti kreativitas, strategi, empati, dan komunikasi.

Kalau kita terjemahkan ke dunia konsultan, maka tugas mengolah data, menulis laporan standar, atau sekadar menyusun modul pelatihan generik jelas terancam akan hilang. Tetapi disisi lain, kemampuan menafsirkan hasil analisis, meramu strategi yang sesuai konteks lokal, atau membangun kepercayaan dengan klien, itu justru semakin berharga. Benar kata pepatah, setiap ada krisis, ada dua hal yang muncul, ancaman dan peluang, lalu kita menyibukkan diri dimana?

Clayton Christensen lewat gagasan disruptive innovation juga memberi cermin. Inovasi baru biasanya muncul dari pinggiran, menawarkan solusi lebih murah dan sederhana, tapi lambat laun naik kelas hingga menggusur para pemain lama. AI generatif hari ini melakukan hal itu. Bayangkan dulu klien harus menunggu tiga minggu untuk laporan pasar, sekarang mereka bisa meminta analisis dari mesin hanya dalam hitungan menit. Dulu peserta training perlu datang ke hotel, sekarang tinggal buka ponsel dan mengakses kursus daring. Namun perlu diingat, seperti analisis Christensen, yang kalah bukanlah profesi konsultan atau trainer, melainkan model bisnis lama yang sudah tidak relevan, yang masih menggunakan cara-cara lama dan tidak mau berubah.

Dunia kerja global pun mengonfirmasi arah ini. Laporan World Economic Forum tahun 2025 memperingatkan bahwa empat dari sepuluh perusahaan berencana memangkas pekerjaan yang bisa digantikan teknologi. Tetapi laporan itu juga menunjukkan banyak profesi baru akan muncul: spesialis data, pengelola perubahan, hingga fasilitator adopsi AI.

McKinsey pun menambahkan, perusahaan yang cepat memanfaatkan AI terbukti lebih produktif dibanding pesaingnya. Artinya, konsultan dan trainer tidak sedang menatap jurang, melainkan berada di persimpangan jalan. Mereka bisa tergerus jika hanya bertahan dengan cara-cara lama, tapi bisa terbang melesat jika berani memosisikan diri sebagai mitra yang menggabungkan keahlian manusia (human skills) dengan kecerdasan mesin.

Indonesia pun merasakan hal yang sama. Kartika Wirjoatmodjo, Wakil Menteri BUMN, pada 11 September 2025 dalam pemberitaan CNBC Indonesia menyatakan bahwa profesi konsultan bisa terancam musnah. Banyak orang menganggap itu sebagai vonis. Padahal, jika dicermati, pesan tersebut adalah dorongan agar profesi ini berbenah.

Dunia bisnis, khususnya BUMN dan korporasi besar, tidak lagi mencari laporan tebal atau presentasi mewah. Mereka mencari solusi yang bisa diimplementasikan dengan cepat, terukur, dan efisien. Begitu juga di dunia pelatihan, modul standar tidak cukup lagi. Peserta ingin pengalaman belajar yang praktis sesuai kebutuhan, personal, dan relevan dengan tantangan pekerjaan sehari-hari.

Lantas apa artinya berevolusi?

Pertama, konsultan dan trainer harus melihat AI sebagai asisten, alat bantu, bukan pesaing. Gunakan mesin untuk mempercepat pekerjaan dasar, tapi jangan lepaskan peran manusia dalam menghubungkan data dengan konteks sosial, budaya, dan strategi.

Kedua, tawarkan nilai lebih (added value) daripada sekadar informasi. Konsultan bisa mengemas layanan menjadi paket plus “analisis plus implementasi,” sementara trainer bisa menciptakan kursus yang bukan hanya video, melainkan interaktif, penuh studi kasus, dan dilengkapi coaching.

Ketiga, berani mencoba “business model” baru. Misalnya bundling konsultasi dengan pelatihan, atau menjual akses ke platform pembelajaran berlangganan yang dilengkapi sesi langsung berupa webinar interaktif, kelas virtual dengan instruktur, atau coaching one-on-one sehingga peserta tidak hanya menonton materi rekaman tetapi juga bisa berinteraksi secara real-time.

Tentu, ada tantangan emosional yang tidak ringan. Banyak konsultan senior yang merasa gengsinya jatuh ketika sebagian pekerjaannya digantikan mesin. Banyak trainer yang frustrasi karena penjualan kelas menurun. Tapi sejarah selalu berpihak pada yang adaptif. Profesi hukum, misalnya, tetap eksis meski ada mesin pencari hukum. Profesi dokter tetap penting meski ada internet penuh artikel kesehatan. Kuncinya ada pada “trust” , kedalaman pemahaman, dan sentuhan manusiawi yang tidak mungkin sepenuhnya digantikan mesin teknologi.

Hikmah yang bisa kita ambil adalah bahwa teknologi seharusnya bukan dilihat sebagai “pembunuh” profesi, melainkan sebagai penguji keteguhan kita dalam memberi makna.

Konsultan yang baik bukan hanya soal data, tapi kemampuan membimbing klien melewati kecemasan dan ketidakpastian. Trainer yang baik bukan hanya soal modul dan video, tapi kemampuan menyalakan semangat belajar. Di sinilah letak nilai yang tidak bisa diotomatisasi: empati, etika, intuisi, dan kebijaksanaan.

Inspirasi untuk para konsultan dan trainer Indonesia sederhana tapi kuat: jangan menunggu. Berubahlah sekarang, meski dengan langkah kecil. Coba tawarkan program “AI for Managers” bagi klien, atau kursus singkat tentang cara memanfaatkan AI untuk pekerjaan sehari-hari. Uji coba model langganan LMS (learning management system) yang murah tapi berkelanjutan.

Gunakan AI untuk menghemat waktu pekerjaan, lalu gunakan waktu yang tersisa untuk membangun hubungan (relationship) lebih mendalam dengan klien dan peserta. Beranilah memosisikan diri sebagai “AI-enabled consultant” atau “AI-powered trainer”. Status itu akan membedakan Anda dari pesaing yang masih galau, bingung dan ragu-ragu.

Dalam Al-Qur’an, Allah sudah menegaskan pentingnya ilmu sebagai jalan untuk meninggikan derajat manusia. Sebagaimana firman-Nya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (QS. Al-Mujadilah: 11). Ayat ini menjadi pengingat bahwa ilmu adalah cahaya yang membuat kita bertahan dalam perubahan zaman, bahkan ketika dunia kerja dan profesi dilanda disrupsi badai teknologi.

Ayat diatas mengingatkan kita bahwa ilmu dan pengetahuan selalu menjadi anak tangga untuk naik derajat, baik di hadapan Allah maupun di mata manusia. Maka, ketika teknologi hadir menggeser sebagian profesi, janganlah bimbang atau takut. Justru inilah kesempatan untuk menambah ilmu baru, update menguatkan keahlian, dan memperluas manfaat.

Pada akhirnya, bukan sekadar soal bertahan hidup, tetapi soal meninggalkan jejak kebaikan. Karena yang akan dikenang bukan hanya profesi kita, melainkan manfaat terbaik yang kita berikan untuk orang lain, dan itulah warisan sejati yang abadi. Stay Relevant!


Daftar Pustaka

Autor, D. H., Levy, F., & Murnane, R. J. (2003). The skill content of recent technological change: An empirical exploration. Quarterly Journal of Economics, 118(4), 1279–1333. https://doi.org/10.1162/003355303322552801

Christensen, C. M. (1997). The innovator’s dilemma: When new technologies cause great firms to fail. Harvard Business School Press.

McKinsey Global Institute. (2023). The economic potential of generative AI: The next productivity frontier. McKinsey & Company. https://www.mckinsey.com/capabilities/mckinsey-digital/our-insights/the-economic-potential-of-generative-ai-the-next-productivity-frontier

World Economic Forum. (2025). The future of jobs report 2025. World Economic Forum. https://www.weforum.org/reports/the-future-of-jobs-report-2025

CNBC Indonesia. (2025, September 11). Wamen BUMN bilang pekerjaan konsultan terancam musnah. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/tech/20250911100645-37-666035/wamen-bumn-bilang-pekerjaan-konsultan-terancam-musnah



Scroll to Top