بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Mencari Arah Baru:
Saatnya ICMI Menyusun Kompas Bersama
Artikel 9
Oleh Bagus Suminar
Wakil Ketua ICMI Jatim, pemerhati mutu pendidikan
“ICMI tak kekurangan orang hebat, hanya butuh kompas baru: sistem yang menyatukan data, empati, dan semangat lintas generasi.”
Kadang organisasi itu seperti kapal tua yang masih berlayar, tapi peta sudah usang. Arah masih disebut, tapi koordinatnya kabur. Banyak pengurus Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) hari ini melanjutkan semangat besar dari masa lalu, tapi tanpa kompas yang jelas.
Program ada, tapi sedikit. Hasilnya juga sedikit—bukan karena semangatnya padam, hanya saja langkahnya belum bertemu arah yang sama. kita perlu berhenti sejenak dan membicarakan ulang: ke mana kita melangkah?
Dulu ICMI mungkin memiliki dukungan besar dan jaringan luas, namun fondasi yang paling berkelanjutan justru adalah kemampuan organisasi untuk belajar dan mengembangkan diri dari dalam. Saat pengetahuan organisasi mulai menipis dan pengalaman harus terus diulang dari titik nol, potensi besar tersebut tidak menjadi buah yang matang.
Menurut Ikujiro Nonaka dan Hirotaka Takeuchi (1995), organisasi yang gagal membagikan pengetahuannya akan perlahan kehilangan daya hidupnya — karena pengetahuan yang tidak diubah menjadi tindakan kolektif akan menjadi sia-sia
Organisasi yang sehat justru menyalurkan pengetahuan agar bisa hidup dan tumbuh lagi di kepala orang lain. Griffin (2022) menjelaskan bahwa organisasi pada dasarnya adalah sistem terbuka—ia hidup dari aliran informasi, umpan balik, dan pembelajaran. Kalau pintu komunikasi tertutup, organisasi kehilangan napasnya.
ICMI juga begitu. Ia hanya bisa hidup kalau arus pengetahuan mengalir dari pusat ke daerah, dari senior ke junior, dari pengalaman ke inovasi. Proses bottom-up, arus dari bawah ke atas, juga perlu berjalan. Tanpa itu, organisasi seperti berjalan di tempat.
Tapi sistem tidak akan berjalan tanpa keberanian membaca realitas. Di banyak rapat, kita sering lebih sibuk menebak suasana daripada menatap data. Program kadang dibuat karena “terasa bagus,” bukan karena hasil data, riset atau survei.
Griffin menekankan pentingnya evidence-based management—keputusan yang lahir dari data, bukan intuisi semata. Organisasi yang sehat adalah yang mau melihat kenyataan, meski kadang tak seindah harapan.
Menurut Wapres Jusuf Kalla, Ikatan Cendekiawan Muslim Se‑Indonesia (ICMI) perlu memperkuat kelompok-keilmuan yang fokus pada bidang teknologi, ekonomi, sosial, dan kewirausahaan agar kontribusinya terhadap kemakmuran bangsa terasa nyata, bukan sekadar menghadirkan konferensi (Sumber: Setwapres RI, 8 Desember 2018).
Pernyataan Wapres menegaskan bahwa masa depan ICMI tak boleh bergantung hanya pada figur besar, melainkan pada sistem yang kuat dan kelompok keilmuan yang aktif. Sistem itu bukan sekadar software atau laporan keuangan, melainkan cara berpikir bersama yang terstruktur dan mau belajar dari data.
Kalau bicara data, mestinya bukan hanya soal angka kehadiran atau banyaknya kegiatan. Yang lebih penting adalah dampaknya: siapa yang terbantu, apa yang berubah, dan pelajaran apa yang bisa dibawa pulang. Data semacam ini bukan hanya bahan evaluasi, tapi juga jendela empati. Ia membantu kita memahami kebutuhan anggota, irama tiap daerah, dan cara paling manusiawi untuk menjaga semangat.
Karena pada akhirnya, data yang paling berharga bukan yang paling lengkap, tapi yang paling terasa dampaknya bagi orang lain. Tantangan lain muncul dalam soal gap antar generasi. Banyak pengurus ICMI di daerah sudah sepuh, sementara anak muda belum merasa punya tempat. Ruang dialog sering kaku, bahasanya terlalu formal.
Tantangan lain muncul antara generasi di tubuh ICMI. Banyak pengurus di daerah sudah sepuh, sementara anak muda sering belum merasa punya ruang yang pas. Ruang dialog pun sering terasa kaku karena bahasanya terlalu formal.
“Generasi muda ICMI siap membawa cara baru, tapi kalau Wi-Fi pengurus masih lemot, cara baru bisa jadi hanya ‘cara menunggu loading’.” Padahal menurut riset Roberta Katz (2019), kolaborasi lintas generasi akan sulit berjalan mulus jika setiap generasi sibuk mempertahankan caranya sendiri. Yang dibutuhkan bukan siapa paling benar, tapi siapa paling mau mendengar.
ICMI tidak kekurangan orang pintar. Yang kurang mungkin hanyalah cara untuk menyambungkan kepintaran itu. Bukan soal siapa yang paling hebat, tapi bagaimana ilmu, ide, dan pengalaman bisa saling terhubung—tidak berhenti di meja rapat, tapi berlanjut menjadi gerak nyata.
”ICMI punya banyak sesi ‘silaturahim cendekia’, tapi sayangnya tidak ada sesi ‘silaturahim data’—padahal data juga butuh dipanggil ke meja kopi.” Kompas baru yang dibutuhkan ICMI bukan sekadar strategi, melainkan sistem yang hidup: data yang jernih, dokumentasi yang tumbuh, dan empati yang menyatukan langkah.
Mungkin inilah titik temu antara dua perjalanan: dari masa ‘istirahat batin’ menuju ‘gerak sadar’. Setelah kelelahan panjang, ICMI perlu berhenti sejenak—bukan untuk menyerah, tapi untuk membaca ulang arah. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 11). Perubahan itu tidak turun dari langit; ia tumbuh dari niat dan keberanian manusia untuk menata kembali hidupnya.
Jadi, mungkin ICMI tidak sedang kehilangan semangat—hanya sedang dipanggil untuk berubah cara. Dari semangat yang terburu-buru menuju gerak yang sadar. Dari kerja seremonial menuju kerja yang berakar pada ilmu, data, dan empati. Karena arah baru bukan ditemukan di luar, tapi dibangun dari dalam. Dan selama ada niat untuk memperbaiki diri, tak ada organisasi yang benar-benar padam—insyaAllah akan menyala kembali.
Stay Relevant!
Biar Nggak Lupa:
- ICMI nggak kekurangan orang hebat, cuma belum punya kompas bersama. Arah baru bukan soal siapa pemimpinnya, tapi bagaimana sistemnya bekerja.
- Organisasi yang sehat bukan yang paling sibuk, tapi yang paling jujur membaca data dan berani belajar dari realitasnya sendiri.
- Pengetahuan yang nggak dibagikan akan mati pelan-pelan. ICMI perlu jadi rumah belajar lintas generasi—tempat pengalaman lama bertemu semangat baru.
- Yang tua berbagi hikmah, yang muda membawa cara baru. Dalam ekosistem baru, paradigma juga harus ikut tumbuh.
- Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” Dari sinilah arah baru ICMI dimulai—dari keberanian untuk berbenah bersama.
Daftar Pustaka
- Griffin, R. W. (2022). Fundamentals of management (10th ed.). Cengage Learning.
- Katz, R., et al. (2019). Generational differences at work and collaboration models. Stanford Center for Advanced Study in the Behavioral Sciences.
- ICMI Harus Memperkuat Kelompok-Kelompok Keilmuan (08 Desember 2018) — diakses dari [wapresri.go.id]
- Nonaka, I., & Takeuchi, H. (1995). The knowledge-creating company: How Japanese companies create the dynamics of innovation. Oxford University Press.